Dear,
Hai kamu yang belum dipertemukan dengan aku. Lagi apa? Aku sering membayangkanmu sedang menatap layar, membaca literatur, dan sesekali pergi untuk bersenang-senang dengan teman seperjuanganmu. Ingin rasanya segera untuk menguatkanmu, memberimu semangat saat kau sedang letih. Meletakkan kepalaku dibahumu. Aku rindu kamu, dari dulu sadar kah kau?
Aku selalu membayangkan bagaimana nanti kita bertemu, apakah kita sudah sailng kenal sebelumnya tau kan kamu adalah orang yang selama ini tidak pernah ku duga. Apapun keadaannya nanti, kamu akan tau bahwa aku muara dari arus sungai yang sedang kau arungi.
Tapi sebelum bertemu, izinkan aku untuk berterimakasih kepadamu. Terima kasih telah mempersiapkan dirimu untuk menyambutku. Kau mengorbankan waktu tidurmu, merelakan indahnya masa mudamu demi bisa lebih siap menjemput masa depan bersamaku. Saat teman-temanmu kecanduan main DoTA, kau justru begadang demi menyelesaikan tugas terakhirmu sebagai mahasiswa. Kau memilih belajar bekerja dibanding nongkrong hingga pagi buta. Mengikhlaskan gelak tawa yang semestinya kau nikmati sampai puas semasa muda. Terima kasih atas kedewasaanmu. Sebagai pria, kamu sadar harus lekas lulus dan mulai menjajaki dunia yang sebenarnya.
Terima kasih sudah tumbuh jadi lelaki yang bisa diandalkan. Kamu tak hanya lihai memperbaiki mobil dan mengganti ban, namun memang layak jadi panutan. Di sampingmu aku tak pernah merasa kekurangan. Kamu tak hanya menghujaniku dengan berbagai pemenuhan kebutuhan, tapi juga menghujaniku dengan banjiran perhatian.
Bersamamu kutemukan pendampingan yang membebaskan. Kadang tak habis pikir, kenapa aku yang banyak kurang bisa begini mudah mendapat keberuntungan?
Aku bukan wanita sempurna. Mendampingiku akan membuatmu melihat banyak cela
Diluar sana masih banyak yang lebih cantik dibanding aku. Mereka yang lebih lihai memadankan baju, cerdik memulaskan pewarna di muka tanpa harus canggung dihadapmu. Tapi kau menganggap semua aksesori itu tak perlu.
Kau ikhlas mengakrabi nadi di gurat leherku, kau pasrahkan liat tubuhmu pada tak lentiknya jari tanganku. Tak jarang aku malu saat kita bercumbu, namun kau lihai menyihirku jadi penggoda nomor satu: hanya untukmu.
Terima kasih kau selalu menghargai masakanku
Maafkan aku yang belum juga pintar memasak. Tak jarang kau akan temui makanan sederhana yang masih keasinan pula di akhir hari panjangmu. Alih-alih memarahiku, kau hanya mengusap rambut dan kemudian menuang kecap banyak-banyak.
Katamu sambil berusaha tersenyum manis,
“Ini enak kok, cuma perlu agak manis sedikit.”
Kau habiskan hidangan itu banyak tanpa protes. Padahal kau bisa saja keluar rumah, memilih membeli makanan di restoran yang tak pernah mengecewakan lidahmu.
Terima kasih, untuk selalu menjaga hatiku.
Jika suatu hari kita bertengkar hebat, tolong ingatlah…
Kita bisa berubah jadi monster paling menyebalkan bagi satu sama lain. Kamu sudah tak tahan lagi dengan omelan cerewetku yang kadang memang tak ada habisnya. Aku pun tak lagi bisa mentoleransi kebiasaanmu yang terlihat jorok di mataku. Bagaimana bisa kaus kaki kotor tak kau taruh di keranjang cucian? Justru kau biarkan tergeletak di lantai kamar.
Kamu ingin aku menerimamu apa adanya. Aku berharap kau berubah. Kita saling membentak. Jari tertuding tak mau kalah.
Saat aku sedang keras kepala – peluk aku dan ingatkan — mau tak mau salah satu dari kita harus diam. Cinta bukan kompetisi yang perlu menghitung poin menang-kalah. Waktu kau lelah menghadapi egoismeku, bicaralah. Calon istrimu ini tak pandai membaca kode tanpa arah. Di titik kau tak mampu lagi dan ingin pergi, ingat kembali. Tuhan tak mungkin mempersatukan kita dengan suci hanya untuk semudah itu diakhiri.
Maka, bersediakah kamu?
Maukah kau jadi kawan terbaikku membangun masa depan? Jadi orang yang aroma badannya kuhirup saban malam. Pria yang namanya tak pernah alpa kusebut di tiap sujud dan tangkupan tangan.
Kita akan memulai segalanya dari nol. Barangkali kau dan aku tak akan langsung hidup nyaman. Rumah kontrakan sederhana juga sudah cukup membahagiakan.
Sudikah kamu jadi Bapak dari anak-anakku? Mereka yang akan kita dewasakan bersama. Nyawa-nyawa baru yang akan kita biasakan untuk rajin membaca. Tak mengalah pada kuasa tablet digital yang membuat mereka kian tak peka.
Akankah kau mengijinkanku jadi wanita yang memiliki nama belakangmu? Menjadi pribadi terhormat yang mengandung anak dari benihmu.
Maukah kau menghabiskan masa denganku? Dengan rendah hati menerima segala kurang dan lebihku, mengingatkanku untuk lebih bersabar setiap nada suaraku mulai meninggi karena kesal. Aku tak bisa menjanjikan apa-apa, selain akan lebih berusaha untuk jadi wanita yang membahagiakanmu dalam berbagai masa.
Kita akan menua bersama,ditemani tawa dan kerut yang makin nyata.
Berjanjilah, tak peduli nanti kita akan berselisih paham; kekurangan uang; anak-anak kita berulah dan menyusahkan — kau dan aku akan kembali saling menatap untuk menemukan keyakinan : selama masih bersama kita akan tetap baik-baik saja.
Relakah priaku, jika kau kudampingi sampai surga?
Sayang, dari 3,4 miliar pria diluar sana: aku berharap kamu ada.
Sampai kelak kita bertemu,
Renny Rosa Indriyanti Marsono - Calon Istrimu
Sumber: http://www.hipwee.com/hubungan/surat-untuk-calon-suamiku/ (dengan sedikit pengubahan diawa)
Komentar